IDEAS : Jumlah Pekurban Turun, Protein Terganggu

Loading

JAKARTA – Lembaga Riset IDEAS mencatat adanya penurunan jumlah pekurban pada 2025 dibandingkan tahun sebelumnya, dari 2,16 juta menjadi 1,92 juta rumah tangga muslim berdaya beli tinggi. Penurunan ini tidak hanya berdampak pada aspek ekonomi, tetapi juga memiliki implikasi pada sektor kesehatan masyarakat, khususnya dalam hal pemenuhan kebutuhan protein hewani yang penting untuk gizi keluarga Indonesia.

Menurut Tira Mutiara dalam keterangan tertulisnya pada Selasa (27/05/2025), sebagian besar kebutuhan hewan kurban tahun ini berasal dari domba dan kambing (sekitar 1,1 juta ekor), sementara sapi menyumbang 503 ribu ekor. Daging kurban sebenarnya memainkan peran penting dalam pemenuhan gizi, terutama bagi masyarakat miskin yang jarang mengonsumsi daging.

“Penurunan jumlah hewan kurban berpotensi mengurangi akses terhadap protein berkualitas tinggi, yang bisa berdampak negatif pada kesehatan masyarakat, terutama anak-anak dan ibu hamil,”katanya.

Penurunan potensi nilai ekonomi kurban, dari Rp 28,3 triliun (2024) menjadi Rp 27,1 triliun (2025), turut menunjukkan menurunnya daya beli masyarakat kelas menengah dan atas. Hal ini mengkhawatirkan karena kelompok ini merupakan motor utama dalam menjaga keseimbangan distribusi gizi lewat kegiatan kurban. Semakin sedikitnya pekurban berarti makin berkurangnya pasokan daging sehat dan segar ke masyarakat bawah saat Idul Adha.

Berbeda dengan masa pandemi, kondisi saat ini ditandai dengan lemahnya dukungan kebijakan negara terhadap kelas menengah yang sedang mengalami tekanan ekonomi. Saat pandemi, stimulus dan sektor keuangan relatif stabil, yang secara tidak langsung turut menjaga akses masyarakat terhadap makanan bergizi. Namun saat ini, krisis ekonomi berdampak lebih langsung terhadap sektor padat karya, menyebabkan PHK dan meningkatnya angka pengangguran.

PHK besar-besaran sepanjang 2024 hingga Mei 2025 telah mengurangi kemampuan rumah tangga untuk berpartisipasi dalam kurban. Kota-kota besar yang biasanya menjadi basis distribusi daging kurban seperti Jakarta, Banten, dan Jawa Barat mengalami gelombang PHK tinggi, yang bisa berdampak langsung pada kesehatan masyarakat urban yang sangat bergantung pada konsumsi protein musiman ini.

Di sisi lain, tekanan ekonomi global dan ketidakpastian investasi membuat konsumsi masyarakat semakin terbatas hanya pada kebutuhan pokok. Akibatnya, peredaran daging kurban—yang selama ini menjadi momen penting untuk peningkatan konsumsi protein hewani di masyarakat—terhambat. Hal ini bisa memicu masalah gizi kronis, seperti stunting dan anemia, yang masih menjadi tantangan utama kesehatan masyarakat Indonesia.

Meski demikian, kurban tetap menjadi peluang strategis untuk memperkuat sektor peternakan sebagai penyedia sumber protein nasional. Dengan mendorong ekosistem peternakan yang berkelanjutan, ibadah kurban bisa dijadikan momentum untuk menjaga ketahanan pangan berbasis protein hewani, sekaligus meningkatkan pendapatan peternak lokal. Upaya ini pada akhirnya berkontribusi langsung terhadap perbaikan status gizi dan kesehatan masyarakat Indonesia.

 

 

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *